Search This Blog

> Belajar Matematika dan Sains Menyenangkan

Saturday, September 27, 2025

Luas Permukaan Dinding Kamar Mia

 


Mia sedang membaca buku ketika ada yang terjatuh dari dinding kamarnya. “Apa ya, itu? Jangan-jangan cicak jatuh, atau kecoak terbang,” gumam Mia.

Dasarnya Mia pemberani, didekatinya sesuatu yang terjatuh di belakang lemari belajarnya. Diamati sekilas, lalu Mia melihat ke atas dinding kamarnya. Oh, ya ampun, ternyata cat kamar Mia mengelupas. Rontok karena dindingnya lembab.

Tak lama kemudian, Mia keluar kamar. “Ayah sedang apa, ya?” batin Mia melongok ke beberapa ruangan mencari ayahnya. “Oh, itu dia di teras depan, sedang minum kopi sambil membaca koran.”

Mia mendekati ayahnya. “Yah, bolehkah kamar Mia dicat ulang? Sudah banyak yang mengelupas dan warnanya juga tampak kusam,” tanya Mia pada ayahnya.

Melihat Mia duduk di sebelahnya, Ayah menutup koran di tangannya, “Memang dalam waktu dekat Ayah berencana mengecat kamar Mia, hanya saja butuh perhitungan untuk biaya membeli catnya.”

“Asyik, terima kasih, Yah.” Mia memeluk ayahnya. “Oiya, boleh Mia yang coba hitung untuk biaya catnya? Mungkin tidak tepat sama, tapi bisa sedikit mendekati,” ujar Mia.

“Wah, tentu saja boleh. Biar Ayah bisa siapkan uangnya.” Ayah senang karena Mia menawarkan diri.

“Sebentar Mia ambil kertas dan pensil, Yah.” Mia segera berlari ke kamarnya, tak lupa dia mengamati bentuk dinding kamar sekaligus menghitung panjangnya dengan meteran bangunan Ayah.

Tak sampai sepuluh menit, Mia sudah kembali duduk di sebelah ayahnya. ”Pertama-tama hitung luas permukaan dinding yang akan dicat. Karena kamar Mia berbentuk persegi dengan panjang 3 m dan tinggi 3 m di keempat sisinya, maka luas permukaan dinding kamar Mia bisa dicari dengan rumus 4 x sisi x sisi, sehingga diperoleh 4 x 3 m x 3 m = 36 m2.”

Ayah mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan Mia.

“Kalau satu kaleng cat kira-kira bisa untuk mengecat berapa meter persegi, Yah?” tanya Mia.

“Satu kaleng kira-kira bisa untuk tiga belas meter persegi,” jawab Ayah.

“Oke, jadi cat yang dibutuhkan adalah 36/13 = 2 10/13. Atau jika nanti kita membeli tiga kaleng cat, akan ada sisa sedikit.” Mia berhitung sambil mencorat-coret. “Lalu satu kaleng cat harganya berapa, Yah?”

“Satu kaleng cat harganya Rp85.000.”

“Jadi untuk membeli tiga kaleng cat butuh biaya 3 x Rp85.000 = Rp255.000,” jelas Mia.

“Sip, keren betul anak Ayah.” Dengan wajah bangga Ayah mengangkat kedua jempolnya. “Kalau begitu besok kita bisa langsung membelinya.”

“Asyik. Nanti Mia bantu cat ya, Yah!” ujar Mia bersemangat.

 

**SELESAI**

Sunday, September 14, 2025

Teman Memancing

 

Tono suka ikut Bapak memancing. Biasanya berangkat sore hari, pulang menjelang malam. Berdua memancing di rawa tak jauh dari rumahnya. Tono dan Bapak memancing setiap tiga hari sekali.


 

Ini hari Senin, jam tiga sore. Tono sudah pulang sejak jam dua tadi, sedangkan Bapak baru saja pulang kerja.

“Bagaimana, Ton. Hari ini sudah siap membawa pulang banyak ikan?” tanya Bapak.

Tono mengangguk semangat, “Tentu saja, Pak. Aku sudah menyiapkan kail yang bisa menangkap mujahir besar,” sahut Tono.

“Oke. Kamu siap-siap, Bapak makan dulu. Selesai, langsung kita berangkat, ya,” kata Bapak sambil mengambil piring, lalu menuju meja makan.

Tak lama kemudian, Bapak dan Tono sudah di atas motor, berpamitan pada Ibu, siap berangkat.

Tono sangat bersemangat hari ini. Penasaran, karena terakhir kali memancing, ikan besar yang sudah memakan umpannya, lepas. Kail yang dipasang di jorannya kurang besar. “Semoga hari ini mendapat tangkapan besar,” gumamnya.

Sesampai di tempat pemacingan, Tono segera mencari tempat yang sekiranya nyaman dan banyak ikan. Karena sudah terbiasa memancing, Tono sudah tahu cara memasang umpan, melempar joran dan mengangkatnya ketika ada ikan yang memakan umpannya. Dia bisa melakukan semuanya sendiri.

“Hati-hati ya, Ton. Jangan terlalu jauh dan pilih tempat yang stabil,” Bapak tetap mengingatkan. Karena kadang duduk di bambu yang rapuh bisa jatuh atau terpeleset, tercebur ke rawa. Bisa bahaya meskipun bisa berenang. Karena dasar rawa berlumpur dan penuh ganggang, jadi tidak tahu kedalaman rawa, atau bisa saja terjerat ganggang.

Sekitar satu jam menunggu, umpan Tono beberapa kali sudah dimakan, tapi ikan yang didapat kecil-kecil. Tono melepasnya. Angin sepoi-sepoi bertiup agak kencang. Tono setengah mengantuk ketika ada seseorang menyapanya.

“Halo, aku pernah melihatmu beberapa kali. Kamu juga suka ikut bapakmu memancing?” tanya seorang anak yang kira-kira sebaya Tono.

Tono mengangguk, “Aku juga pernah melihatmu. Aku Tono, nama kamu siapa?” Tono langsung memperkenalkan diri. Senang rasanya dapat kawan sebaya di tempat memancing.

“Aku Budi. Sudah dapat banyak ikan? Boleh aku mengambil tempat di dekatmu?” tanya Budi yang disambut anggukan kepala Tono. Tak lama mereka berdua langsung menjadi akrab. Berbicara tentang memancing, tentang sekolah, dan tentang lain-lainnya.

“Ternyata kita berdua sering memancing, tapi ketemunya hanya sesekali saja. Kamu berapa hari sekali memancing?” tanya Tono.

“Aku memancing tiap lima hari sekali. Kalau kamu?”

“Aku setiap tiga hari sekali. Ikut jadwal Bapak, sih,” sahut Tono. “Oh, kalau gitu kita bisa menghitung kapan kita akan ketemu lagi.”

“Oiya, betul. Seperti soal matematika di sekolah, ya. Tono memancing tiap tiga hari sekali, Budi memancing tiap lima hari sekali. Jika mereka memancing bersama hari Senin, 8 September 2025, kapan mereka akan memancing bersama lagi?” Langsung Budi meniru guru yang membacakan soal di depan kelas.

Tono  tertawa melihat ulah Budi. “Baik kalo gitu aku jawab, ya. Kita cari dulu faktor prima dari tiga dan lima. Untuk 3 faktor primanya 3, sedangkan 5 faktor primanya 5.” Tono berhenti sebentar sambil membayangkan hitungan di kepalanya.

Budi memperhatikan Tono sambil sesekali melirik ke kambangan-nya.

“Lalu cari nilai KPK-nya. KPK adalah Kelipatan Persekutuan Terkecil. KPK = 3 x 5 = 15. Jadi Tono dan Budi akan bertemu lima belas hari lagi. Kalau sekarang hari Senin, 8 September 2025, maka lima belas hari lagi akan jatuh pada hari Selasa, 23 September 2025.” Tono menjawab sambil pura-pura menerangkan.

“Wah, cepat betul hitunganmu. Keren.” Budi mengangkat satu jempolnya ke arah Tono. “Siplah kalau gitu, kita jadi tahu kapan akan memancing bersama lagi. Lain kali kita bawa camilan dan ngobrol seru lagi, ya,” kata Budi bersemangat.

“Wah, jadi tidak sabar menunggu lima belas hari lagi, hehehe…”

“Eh, eh, itu pelampungmu tenggelam,” kata Budi sambil menunjuk pelampung Tono.

Tono segera menarik jorannya, “Yak, kena. Eh, punyamu juga!”

Budi juga berhasil menangkap seekor ikan mujahir sebesar tiga jari.

Wah, seru sekali dapat teman memancing.

 

**SELESAI**


Tuesday, September 2, 2025

Naik-naik ke Puncak Gunung Merbabu

 


Hari Sabtu lalu, Koko dan Cici naik Gunung Merbabu. Mereka berdua sangat antusias. Memang sudah sejak lama ingin sekali mendaki Gunung Merbabu. Karena diperkirakan pada hari itu cuaca memungkinkan, dan ada pendamping yang mengenal medan, maka Ayah dan Ibu mengizinkan.

Persiapan untuk naik Merbabu sudah dilakukan sejak lama. Pertama, latihan fisik supaya kuat berjalan jauh dan menanjak, karena menghadapi medan gunung tidak semudah berjalan-jalan di pedesaan atau perkotaan. Selanjutnya, latihan membawa beban, karena setidaknya harus bisa membawa sendiri barang-barang pribadi untuk keperluan di gunung. Lalu ada latihan pertolongan pertama, bagaimana jika mengalami hipotermia, atau terluka, atau jatuh, atau kelelahan, dan pertolongan pertama lainnya. Selain dari latihan-latihan tersebut, yang harus selalu diperhatikan adalah untuk tidak meninggalkan rombongan atau meninggalkan kawannya jika ada yang sakit. Harus bisa saling menjaga dan saling bertanggung jawab.

Sehari sebelum pemberangkatan, Koko dan Cici mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa. Berdua mereka membuat daftar bawaan supaya tidak ada yang terlupa. Dari mulai baju ganti, baju hangat, senter, obat pribadi, air, logistik, kantong tidur, matras, tenda, dan barang tambahan lain yang sekiranya dibutuhkan di atas gunung.

Koko akan membawa ransel gunung atau carrier dengan kapasitas 60 liter, sedangkan Cici akan membawa carrier dengan kapasitas 50 liter. Setelah menata rapi barang bawaan di dalam carrier, ternyata berat keseluruhan ransel yang akan dibawa Koko adalah 15 kg, sedangkan ransel yang dibawa Cici beratnya 10 kg. Karena beberapa waktu lalu sudah menyiapkan diri untuk membawa beban yang cukup berat, Koko dan Cici yakin bisa membawa carrier dengan berat tersebut sampai ke atas.

***

Hari mendaki pun tiba.

“Aduh, aku nggak kuat. Mataku berkunang-kunang, perutku mual,” kata Mimi

“Ini ada coklat dan roti. Kita istirahat sebentar sambil mengisi tenaga,” kata Cici sambil memberikan coklat kepada Mimi.

Mimi menolak, “Aku malas makan. Perutku tidak enak,” katanya.

“Tapi kamu harus makan. Kalau tidak, nanti tidak ada tenaga untuk melanjutkan perjalanan,” sahut Cici.

Akhirnya Mimi mau makan meski hanya sedikit.

“Bagaimana, Mi? Apa kamu kuat untuk melanjutkan perjalanan, atau mau membuat tenda di sini saja?” tanya Cici.

“Aku mau berjalan sampai ke puncak,” kata Mimi setelah tenaganya mulai pulih.

“Bagaimana kalau kubawakan ranselmu?” Ternyata Koko yang bertugas sebagai sweeper atau penyapu rombongan sudah ada di belakang Cici dan Mimi.

“Oh, tentu saja itu sangat membantu, tapi apakah kamu tidak keberatan?” tanya Mimi.

Koko berpikir sebentar, mengangkat carrier Mimi, menimbang-nimbang, lalu berkata, ”Dengan tambahan beban ini, kurasa aku masih mampu. Lagipula kita sudah hampir sampai, kalau nanti capek, aku akan istirahat sebentar,” jawab Koko.

“Baiklah. Terima kasih banyak, Ko,” sahut Mimi.

Koko lalu menyusun carrier Mimi di atas carrier miliknya sendiri, supaya mudah dibawa. Tepat sebelum mulai berjalan, Koko melihat Cici cukup kerepotan membawa satu tas kecil sambil menggandeng Mimi.

“Tas kecilmu perlu kubawakan juga? Kalau diletakkan di depan dada sepertinya tidak terlalu mengganggu,” tanya Koko menawarkan bantuan.

Cici memberikan tas kecilnya, lalu melihat Koko membawa semua bawaannya, “Wah, kamu kuat? Jadi, berapa beban yang kamu bawa?”



Dua carrier di pundaknya dan satu tas di dadanya. “Berat juga, tapi kurasa masih bisa. Ranselku beratnya kira-kira 15 kg, ransel Mimi kira-kira 10 kg, sedangkan tas kecil ini mungkin sekitar 1 kg. Jadi berat total beban yang aku bawa kira-kira 15 + 10 + 1 = 26 kg.” Koko menghitung sambil bersiap untuk melanjutkan perjalanan. “Hehe… berat juga. Tapi yakin bisa, yok semangat buat naik sampai ke tempat mendirikan tenda. Nanti sampai di sana kita segera makan dan beristirahat,” sahut Koko sambil mengepalkan kedua tangannya.

Merasa sudah cukup beristirahat, segera mereka melanjutkan perjalanan lagi. Tak jauh di depan mereka, rombongan yang sudah lebih dahulu berjalan mulai menyoraki untuk memberi semangat.

Ayo semangat naik-naik ke puncak gunung… ^^




Merry Christine Rumainum: Ruang Bermain dan Belajar Untuk Anak-Anak Papua

    Saya salah satu ibu yang beruntung, karena berhasil melewati fase belajar membaca anak-anak tanpa ada kendala yang berarti. Bukan bera...