Bibi Estella suka sekali membuat kue, terutama kukis. Setiap ada
kegiatan di Desa Merona, pasti dia membawa berbagai macam kukis. Kukis buatan
Bibi Estella sangat disukai.
“Bibi Estella, kenapa tidak berjualan kukis? Kalau tidak ada acara
seperti ini, kami jadi tidak bisa makan kukis buatan Bibi,” kata Ola, ketika
sedang membantu Bibi Estella menata kukis di acara Kumpul Warga.
“Iya, Bi. Kukis Bibi enak sekali. Kalau Bibi Estella membuka
toko kukis, pasti akan laris manis,” sahut Rara.
Bibi Estella yang sedang menata kukis buatannya jadi merona. “Apakah
benar enak?” tanyanya. “Sebetulnya Bibi pernah terpikir untuk menjualnya, tapi
kurang percaya diri.”
“Ah, Bibi terlalu merendah. Ini enak sekali, Bi! Ayo mulai besok Bibi
Estella harus mulai membuka pesanan kukis, ya. Saya daftar pertama,” Ola
memberi semangat pada Bibi Estella.
“Baiklah, nanti Bibi pikirkan dulu,” kata Bibi Estella. Dan tentu saja disambut
hangat oleh teman-teman kecilnya.
***
“Selamat Sore, Bibi Estella. Ini ada surat undangan dari Ibu,” sapa
Astra di pintu dapur Bibi Estella.
Tapi kelihatannya Bibi Estella sedang melamun, tidak mendengar sapaan
Astra. “Selamat Sore, Bi!” Astra memanggil dengan suara lebih keras.
“Oh, Astra. Maafkan, Bibi melamun. Ada apa?” tanya Bibi Estella
terkejut.
“Saya mengantarkan undangan dari Ibu. Untuk pertemuan besok. Dan Ibu bertanya,
apakah Bibi bisa datang lebih awal untuk membantu Ibu?”
“Oh, tentu saja bisa. Kebetulan besok Bibi tidak ada kegiatan apa-apa,”
sahut Bibi Estella.
“Baiklah, Bi. Terima kasih sebelumnya. Kalau begitu saya pamit dulu,”
kata Astra yang disambut anggukan Bibi Estella. Astra yang sudah membalikkan
badan, tiba-tiba kembali lagi, “O iya, kok tumben sore-sore begini Bibi
melamun?”
“Ini, Ola dan Rara menyarankan Bibi untuk menjual kukis-kukis buatan
Bibi. Tapi Bibi bingung menentukan harga kukis untuk dijual. Apa kamu bisa
bantu Bibi untuk menghitung?” tanya Bibi Estella.
“Oh, tentu, Bi. Saya coba bantu, ya. Semoga masih ingat yang diajarkan
Pak Ridwan,” kata Astra. “Pertama, Bibi harus menentukan dulu modal untuk
membuat satu resep kukis. Apakah ingat harga bahan-bahannya, Bi?”
Bibi Estella mengambil selembar kertas, lalu mulai menuliskan
bahan-bahan kukis beserta harganya. “Ini! Untuk satu resep total belanja
delapan puluh ribu rupiah,” kata Bibi Estella sambil menunjukkan hasil
hitungannya.
“Lalu, untuk satu resep ini, Bibi rencananya akan mengambil keuntungan
berapa persen?” tanya Astra lagi.
“Dua puluh persen.”
“Oke, jadi
keuntungan yang akan diperoleh Bibi jika kukis dari satu resep terjual habis
adalah
20/100 x 80.000 = 16.000,
enam belas ribu
rupiah,” jelas Astra. “Lalu untuk satu resep bisa jadi berapa kukis?”
Bibi
Estella berpikir sebentar. “Satu resep jadi tiga puluh dua kukis.”
“Total modal dan keuntungan adalah
80.000 + 16. 000 = 96.000.
Jadi harga jual untuk satu kukis adalah
96.000 : 32 = 3.000,
tiga ribu
rupiah.”
“Oh,
begitu ya cara menghitungnya. Wah, terima kasih ya, Astra. Besok Bibi bawakan
kamu setoples kukis,” kata Bibi Estella senang.
“Hehe,
senang bisa membantu, Bi. Tapi lebih senang lagi makan kukis buatan Bibi yang enak,”
sahut Astra bergurau. “Kalau begitu saya pamit dulu ya, Bi. Masih harus menghantarkan
beberapa undangan ini.”
Bibi Estella mengantar Astra sampai ke depan pintu. Di kepalanya sudah terbayang sebuah papan nama yang akan dipasang di atas pintu rumahnya. “TOKO KUKIS BIBI ESTELLA”.
***Selesai***