“Ayo, Sa. Sudah jam tujuh kurang lima belas menit. Bapak sudah menunggu di luar,” panggil Ibu dari balik pintu kamar Sasa.
“Tapi Sasa belum selesai menyisir rambut, Bu. Kusut!” rajuk Sasa dengan
wajah cemberut.
Ibu segera membantu Sasa menyisir rambut. Meski terburu-buru, tapi Ibu
berhasil merapikan rambut Sasa dan mengikatnya. “Kalau mau tidur dikelabang,
Sa, biar paginya nggak terlalu kusut,” kata Ibu sambil memberi pita di pangkal ikatan
rambut Sasa yang sudah sepinggang.
“Atau Sasa potong ajalah, repot ngurusin rambut sudah terlalu panjang,”
kata Sasa masih cemberut.
***
Sepulang sekolah Sasa langsung menghampiri ibunya. “Bu, tadi Bu Guru
bercerita, ada namanya donasi rambut,” kata Sasa berbinar.
Ibu yang sedang memotong pola baju meletakkan guntingnya, lalu memperhatikan
Sasa. “Donasi rambut? Untuk siapa?”
“Jadi ceritanya kita bisa menyumbangkan rambut kita ke yayasan yang akan
membuatkan rambut palsu untuk para penyintas kanker. Sasa mau juga mendonasikan
rambut Sasa.”
“Terus caranya gimana? Apa ada ketentuan rambut seperti apa yang bisa disumbangkan?”
tanya Ibu.
“Tadi Sasa langsung tanya-tanya ke Bu Guru. Bu Guru bilang, informasi alamat
pengirimannya akan dikasih besok. Untuk ketentuannya… sebentar, tadi Sasa tulis
di buku catatan matematika.” Sasa membongkar tasnya dan mengambil satu buku
bersampul hijau.
“Ini dia. Rambut harus bersih sebelum dipotong. Boleh lurus, keriting,
berwarna, yang penting bersih,” kata Sasa membacakan yang sudah ditulisnya. “Jadi
harus keramas dulu sebelum dipotong ya, Bu.”
Ibu mengangguk mengiyakan. “Rambut beruban juga boleh ya, Sa?” tanya Ibu
sambil memegang rambutnya yang sudah putih sebagian.
“Kayaknya boleh, Bu. Coba besok Sasa tanya Bu Guru,” kata Sasa. “Nah,
ini yang penting nih, Bu. Panjang rambut 25 – 35 cm.” Sasa membelai rambut
panjangnya. “Rambut Sasa cukup ya, Bu?”
Ibu mengambil meteran dari laci meja jahitnya, lalu mulai mengukur
rambut Sasa. “Kalau cuma 35 cm, lebih, Sa! Masih sisa di bawah bahu.”
“Kalau gitu Sasa potong 25 cm aja, Bu. Nanti dipanjangin sebentar lagi,
lalu bisa disumbangkan lagi.”
“Begitu juga bisa.” Ibu tersenyum bangga mendengar keputusan Sasa.
“Kalau masih sisa di bawah bahu, sudah ada 15 cm supaya bisa dipotong di bawah
telinga. Dengan rambut model begitu juga Sasa cantik,” kata Ibu tersenyum sambil
membelai rambut Sasa.
“Wah, berarti kurang 10 cm lagi ya, Bu. Kalau misal tiap bulan rambut
Sasa tumbuh 1 cm, berarti Sasa baru bisa donasi 10 bulan lagi, ya.”
“Betul sekali, Sa. Jangan lupa tetap harus dirawat supaya tidak banyak
yang rusak.”
Sasa senang sekali bisa mendonasikan rambutnya. Yang sebelumnya terasa
merepotkan, sekarang bisa berguna untuk para penyintas kanker.
Di kemudian hari, beberapa bulan setelah Sasa mengirimkan rambutnya, dia
menerima sepucuk surat tanda ucapan terima kasih dari seorang penyintas kanker.
Disertai selembar foto yang menunjukkan bahwa rambutnya sudah menjadi rambut palsu yang
dikenakannya.
Sasa tidak akan lupa foto anak kecil dengan wajah tersenyum ketika
memakai rambut palsu hasil donasinya. Sasa semakin tidak sabar menunggu
rambutnya segera panjang, supaya bisa segera didonasikan lagi. Senangnya…
No comments:
Post a Comment