Di Jawa Tengah sedang musim ngumbulne layangan atau menerbangkan layang-layang. Hampir setiap sore, apalagi ketika hari cerah, anak-anak berlarian dengan layang-layang di punggungnya. Mencari tanah lapang untuk ngumbulne layangan. Kalau ada layang-layang yang putus, mereka pun segera beramai-ramai mengejarnya. Awas, ya, hati-hati dengan benang layangan. Bagaimana di tempatmu?
“Bu, Agus mau main layangan sama
Budi,” pamit Agus sambil meletakkan tas sekolahnya, bergegas akan mengambil
layangannya.
Ibu langsung memegang tangan Agus ketika terburu-buru melewatinya.
“Makan dulu!”
Melihat wajah Ibu serius, Agus bergegas ke meja makan tanpa membantah.
Mengambil nasi, lauk, dan sayur, lalu duduk manis, makan dengan segera.
“Jangan terburu-buru, nanti tersedak,” kata Ibu sambil duduk di sebelah
Agus. Dituangkannya segelas air putih, lalu diletakkan di depan piring Agus.
Agus mengangguk perlahan, lalu mulai mengatur ritme makannya. Mengunyah
dengan baik, tidak tergesa. “Oiya, tadi ulangan matematika Agus dapat seratus,
Bu.” Agus tersenyum sambil memamerkan giginya yang besar-besar. Di selanya
terselip sayur yang belum terkunyah.
Ibu tertawa kecil. Geli karena gigi Agus, ikut senang karena Agus
mendapat nilai bagus. “Hebat, tidak sia-sia tiap hari belajar bersama Budi,
ya.”
Agus tersenyum malu-malu mendengar gurauan Ibu. Memang benar, Agus
setiap hari belajar bersama Budi. Tepatnya belajar sambil bermain.
Ketika seminggu yang lalu Agus pulang sambil menangis, “Bu, Agus
kesusahan mengerjakan tugas matematika. Agus nggak bisa. Minggu depan ulangan,
Agus mau bolos aja,” kata Agus pada ibunya.
“Lho kenapa? Apa yang susah?” tanya Ibu.
Agus menunjukkan hasil pekerjaannya di sekolah. Pelajaran matematika
tentang menghitung luas layang-layang dan belah ketupat.
Ibu membaca sekilas hasil pekerjaan Agus, lalu teringat, biasanya setiap
sore Agus akan berpamitan untuk bermain dengan Budi. Ibu mengambil selembar
kertas, meteran, dan pensil. Membuat sebuah tabel di kertas tersebut, lalu
menunjukkan pada Agus.
“Agus sebentar lagi main dengan Budi?” tanya Ibu yang disambut anggukan
Agus. “Lihat tabel ini. Nanti Agus ajak Budi ke lapangan di depan, tempat ramai
teman-temanmu bermain layang-layang. Coba, nanti kalau ketemu teman yang
membawa layangan, diukur satu per satu, sesuai dengan rumus yang sudah diberi Bu
Guru. Lalu cari berapa luasnya. Agus tulis di sini,” jelas Ibu.
“Kayaknya seru, Bu.” Agus bergegas makan siang, lalu mengambil
layang-layangnya. Mengukurnya dengan cermat.
Panjang diagonal 1 = d1 = 30 cm
Panjang diagonal 2 = d2 = 50 cm
Luas layang-layang = ½ x d1 x d2 = ½ x 30 x 50 =
750 cm2.
“Begini ya, Bu?” Agus selesai menghitung setelah dibantu sedikit oleh
Ibu.
“Betul sekali. Sekarang tulis di tabel,” sahut Ibu.
Selesai menulis, Budi datang untuk mengajak Agus bermain. Agus dan Budi
berpamitan, lalu segera menuju ke lapangan.
Di lapangan ramai teman-teman Agus berdatangan membawa layangan. Tampak
Agus menunjukkan tabel yang dibawanya, lalu mengukur layang-layang temannya
yang belum diterbangkan. Hari itu Agus dan Budi sibuk sekali.
Lelah mengukur dan menghitung, Agus dan Budi duduk memandangi banyak
layangan berkelok-kelok di angkasa.
Ada beberapa orang dewasa yang sedang mengadu layangan. Agus harus
berhati-hati dengan benang layangan untuk aduan, karena sangat tajam. Mereka
yang selesai bermain juga dengan sadar membereskan sisa-sisa potongan benang,
supaya tidak menjerat pejalan kaki yang melintas di lapangan.
Matahari mulai kemerahan, Agus dan Budi bersiap pulang. Bersemangat Agus
hendak menunjukkan hasil hitungannya untuk diperiksa Ibu.
**SELESAI**
No comments:
Post a Comment